Wednesday, November 18, 2020

DIJUAL LUKISAN IKAN HIAS MERAH by DANIEL DE QUELYU

 

IKAN HIAS MERAH

By. Daniel de Quelyu


Setelah selesai bertugas dari Angkatan Darat, bapakku memulai biznis dengan berternak ayam potong, cukup menjanjikan memang karena tiga sampai empat bulan ayam-ayam sdh bisa dijual. Dari ternak ayam potong kemudian berkembang dengan berternak ayam petelur. Setiap dua hari sekali bapak membawa telur-telur tersebut ke pasar.

Disamping pekerjaan rutin mengurus ayam, bapak juga hoby memelihara ikan hias yang berwarna merah. Tidak peduli ikan hias jenis apa kadang ikan pedang, lain waktu ganti ikan mas dan lainnya yang pasti warnanya merah dan hanya tunggal, hanya seekor saja.
Namun sayang ikan hias itu hanya bisa bertahan beberapa hari saja, karena hanya ditempatkan dalam toples kaca bening besar bekas tempat taucho dengan alat gelembung oksigen tanpa filter sirkulasi air.
Suatu hari sewaktu pulang sekolah aku melihat sebuah aqurium kaca yang berukuran cukup besar disudut ruang tengah, lengkap dengan gelembung oksigen dan filter airnya. Tak ketinggalan se-ekor ikan hias merah yang berenang bebas didalamnya.

Sedangkan toples bekas taucho teronggok disamping lemari dapur, melihat itu aku punya ide untuk mempergunakan toples itu sebagai wadah aduan ikan sepat.
Selesai makan siang aku mengajak adikku yang masih duduk diTK untuk mencari ikan sepat. Dengan berbekal tampah bekas dan kaleng susu, kami bergegas menuju ke-kebun pisang Haji Badar karena disekeliling kebun pisangnya diberi selokan air yang cukup lebar dan banyak ditumbuhi teratai dan lotus.
Walau lumpur sudah sebatas paha namun aku dan adikku tetap semangat berusaha menanggok ikan sepat, usaha kami tidak sia-sia ahirnya kami mandapat dua ekor ikan sepat jantan. Sebelum pulang kami berdua membersihkan tubuh dan pakaian agar tidak dimarahi bapak.

Sesampai dirumah, atraksi aduan ikan sepatpun dimulai, cukup seru walau dengan sembunyi- sembunyi dibelakang kandang ayam. Namun teriakan kami ternyata cukup menarik perhatian bapak yang tak lama muncul dibelakang kami. "Dapat ikan sepat dari mana itu" tanya bapak. "Nanggok diselokan kebun pisang Haji Badar pak " jawab adikku dengan nada bangga, padahal seminggu yang lalu ada seorang anak yang tenggelam dilumpur saat nanggok ikan, untung masih bisa tertolong.
Tak ayal aku dan adikku mendapat sabetan rotan dikaki dan aku sebagai kakak yang bertanggung jawab yang usianya dua tahun lebih tua mendapat bonus sabetan dua kali lebih banyak. Sakitnya jangan ditanya, dan selanjutnya kami disuruh mandi, ganti pakaian dan masuk kamar tidur.

Saat bangun tidur aku melihat toples taucho sdh diletakkan diatas rak makanan ayam. Sedangkan ikan sepat kami sudah dicemplung kedalam sumur.
Aku dan adikku hanya memandang sedih kedalam sumur.
"Ikan sepat kita pasti sedang bertarung didalam sana" kataku lirih.
"Tapi bang pasti ngga seru, karena ngga ada yang sorakin" timpal adikku dengan polosnya.
"Iya juga siiih.... "
Hahahahaha ! 😀😃

IKAN HIAS MERAH
Oil on canvas
110 x 110 cm










Monday, November 2, 2020

DIJUAL LUKISAN GANG SINGAPUR by Daniel de Quelyu

 Dimasa pandemi saat ini kebanyakan waktu hanya dihabiskan dirumah saja. Dan sesekali merindukan masa2 "merdeka" disaat yg lalu, berpetualang kemana kaki melangkah. Menikmati kehidupan dan panorama negeri tetangga yang seyogyanya tak jauh berbeda dengan suasana dan kehidupan dinegeri kita sendiri.


Seperti halnya disebuah kota kecil di Thayland, suatu siang saat melintas dikota itu ada sebuah jalan yang bangunannya bernuansa klasik dan yang hampir semua toko disana menjual emas. Dan juga ada beberapa calo yg menawarkan untaian perhisan kalung.

Pemandangan dan nuansa yg ada disana mengingatkan saya akan sebuah jalan yang ada di Pangkal Pinang. Suasana yang begitu akrab dan ramah membawa saya kembali untuk mengenangnya.

GANG SINGAPORE adalah nama sebuah jalan di Pangkal Pinang, yang dikiri dan kanan jalannya terdapat toko2 yang menjajakan emas dari dulu hingga sekarang. Orang Bangka akan menuju kejalan itu bila berhubungan dengan emas.

GANG SINGAPORE
Oil on canvas. 










GAMANG by Daniel de Quelyu

 Satu lagi dari sekian banyak gambar2 lamaku ketemu lagi. Yang satu ini tertanggal 23 febuari 1989. Aku masih ingat dengan modelnya yang tak lain mbak tetangga sebelah rumah.

Waktu masih bujang aku sudah memiliki rumah walau kecil tapi ada dua kamar tidur, cukup utk aku dan adikku laki2.

Nah si mbak ini suaminya seorang guru esema, yang sering pulang malam, katanya sih ngajar dibeberapa sekolah swasta. Setiap kali suaminya pulang telat simbak sdh menunggu dengan gelisah diteras rumah sambil jalan mondar mandir dan dengan bibir yg komat- kamit seperti baca mantra.

Saya yang kebetulan lagi belajar menggambar, langsung saja momen tersebut saya tuangkan dikertas carton. Yang pasti tanpa sepengetahuan simbak model, karena saya bersembunyi dibalik horden jendela kaca ruang tamu. 😀😁😊

GAMANG (1989)
waco on paper














Tuesday, August 25, 2020

LUKISAN ANAK PENYEMIR SEPATU ( by Daniel de Quelyu )

 

JUAL LUKISAN ANAK PENYEMIR SEPATU OLEH DANIEL DE QUELYU.

JUDUL: ANAK PENYEMIR SEPATU
Lukisan anak penyemir sepatu, dijaman abad pertengahan di Eropa banyak anak laki2 yang berprofesi sebagai tukang semir sepatu selain menjajakan koran.  Karena jasa yang diterima biasanya lebih banyak diterima karena terima dari para pemilik sepatu. 
Seperti yang terlihat dalam lukisan dibawah ini, selain menerima upah uang, ia juga mendapat bonus sebuah apel yang membuat ia tersenyum gembira.

TEKNIK: Dengan menggunakan pisau pallete

UKURAN: 
60 x 80 cm
Minyak di atas kanvas





Sunday, August 2, 2020

DIJUAL LUKISAN PEMUDA BALI BY DANIEL DE QUELYU


LUKISAN PEMUDA BALI
# DEBAGUS #

By Daniel de Quelyu
Oil on canvas
50 x 70 cm
=====================

DEBAGUS lukisan yang dibuat dengan teknik melukis dibawah kain jaring ini terinspirasi dari sebuah panggilan atau sapaan untuk laki- laki remaja di Bali.

Apabila kita berhadapan engan remaja ataupun laki- laki muda Bali yang belum kita kenal, kita bisa memanggilnya dengan sapaan GUS. Arti Gus dalam bahasa bali adalah ganteng, selain itu Gus juga digunakan untuk penyebutan Ida Bagus yang merupakan panggilan untuk orang Bali yang berasal dari kasta Brahmana.
Ida Bagus kerap pula disingkat menjadi DEBAGUS.






















Wednesday, June 24, 2020

LUKISAN BUNGA DALAM KERANJANG ( BY DANIEL DE QUELYU )



LUKISAN BUNGA DALAM KERANJANG
BY DANIEL DE QUELYU.
0818597166

Lama sudah rasanya tidak pulang kerumah tempat kelahiran, setelah orang-orang yg dicintai sudah tak lagi ada dan saudara-saudara yg dikasihi telah lama pergi meninggalkan rumah kayu. Kadang timbul kerinduan untuk berkumpul kembali dan mendengar gelak tawa serta canda ria bersama seperti waktu kecil dulu....

Rumah kayu yang berdinding papan disaat hujan dinginnya menusuk hingga ketulang, dan monopoli selimut diwaktu tidur sering kali diahiri dengan tangisan sibungsu yang selalu gagal mendapatkan selimut diantara saudara lelakinya.

Rumah kayu yang berhalaman luas selalu memberi tempat bagi kami bersaudara bermain petak umpat. Rumah yang selalu hangat dengan celoteh dan teriakan serta tangis kecil kami. Juga rumah impian setiap anak untuk melepaskan penat setelah seharian beraktivitas.

Dan pagi hari adalah momen terindah dari seluruh bentang waktu yang ada, dimana akan tampak halimun bergayut mesra memeluk genting merah rumah kayu, seakan enggan untuk berpisah ...

Hamparan rumput hijau yang berselimut embum tipis dan bunga2 seribu bermunculan dirimbun daunnya, tumbuh subur disekeliling rumah dengan aneka warna yang memukau, putih, biru muda, ungu pucat, pinky serta kuning .....

Namun kini rumah kayu sudah semakin tua dan sepi, seakan kehilangan gairah setelah ditinggal pergi para penghuninya. Tahun-tahun yang penuh dengan bahagia seakan lenyap dan berlari entah kemana.
Hanya bunga2 seribu yang masih setia untuk tersenyum walau tak lagi cantik seperti dulu. Bunga2 seribu senantiasa memanggilku pulang, tuk mengingat akan sagalanya. Tentang mimpi yang terlewatkan,....

Lukisan dibawah ini terinspirasi akan kerinduan rumah tua di kampung halaman yang berdinding papan. Sekeranjang bunga seribu tergantung digagang pintunya, seakan berkata....... WELCOME HOME GUYS!

Judul Lukisan : Welcome Home (2014)
Ukuran : 100 x 120 cm







LUKISAN PERAHU LAYAR ( YACHT)


LUKISAN PERAHU LAYAR (YACHT)

Seorang direktur sebuah bank ternama suatu senja mengontak hp saya untuk menemuinya disebuah cafe. Ia teman baik saya dan begitu ketemu ia menyampaikan maksudnya memanggil saya, bahwasanya ia membutuhkan beberapa lukisan untuk dipajang dibeberapa ruang dalam kantornya.
Lalu ia mengajak saya ke-kantornya, berkeliling keruangan yang membutuhkan lukisan untuk dipajang. Saya kemudian mengukur panjang dan tinggi dinding agar dapat menentukan besar lukisannya, dan karakteristik serta tema lukisan. Semuanya berjalan dengan lancar dan sesuatunya sudah disepakati.
Dan sebelum pulang ia menyodorkan sebuah foto utk dilukis, sebuah perahu layar (yacht) yang sedang berlayar di perairan Saint Tropez-Perancis. Sang direktur mengatakan bahwa foto itu merupakan sebuah dream baginya dan lukisan tersebut akan dipajang diruangannya.

Setelah satu bulan semua pesanan sudah selesai dan siap dipajang. Semua lukisan ditempatkan pada posisinya dan lukisan perahu layar (yacht) dipasang diruangan sang direktur. Lukisan tersebut saya beri judul YANG PERGI YANG BERLAYAR. Selang beberapa bulan teman saya sang Direktur tersebut dipindahkan kekantor pusat di Jakarta, menduduki jabatan yang lebih tinggi lagi.
Selamat jalan sahabat kiranya sukses menyertaimu selalu.

Judul : YANG PERGI YANG BERLAYAR (SOLD OUT)
Oil on canvas 70x100 cm

DQ Art Gallery menerima pesanan art painting :
Semua aliran lukisan
Email : danieldq2016@gmail.com
SMS/WA :0818597166









KISAH MIRIS DIBALIK PATUNG PANCORAN

TAK BANYAK YANG TAHU KISAH MIRIS DI BALIK PATUNG PANCORAN

Dhi, saya mau membuat Patung Dirgantara untuk memperingati dan menghormati para pahlawan penerbang Indonesia. Kau tahu kalau Bangsa Amerika, Bangsa Soviet, bisa bangga pada industri pesawatnya. Tetapi Indonesia, apa yang bisa kita banggakan? Keberaniannya!!!”
Demikian percakapan Bung Karno dengan Edhi Sunarso di teras belakang Istana Negara, Jakarta, 1964 yang menyiratkan betapa bangganya Presiden pertama Indonesia itu dengan heroisme para penerbang Indonesia. Ironisnya, tidak semua orang mengenal penggagas dan pembuatnya, apalagi memahami gagasan dan permasalahannya.
Suatu hari penulis memiliki kesempatan untuk melakukan wawancara langsung dengan Edhi Sunarso (82), pematung legendaris kepercayaan Presiden Sukarno di kediamannya di Jl. Kaliurang Km 5,5 No. 72 Yogyakarta.
Dalam kesempatan peresmian “Tugu Muda” Semarang tahun 1953 yang dikerjakan oleh Sanggar Pelukis Rakyat pimpinan Hendra Gunawan, Edhi Sunarso bertemu dengan Bung Karno.
Kala itu Bung Karno menghampiri Edhi dan berkata, “Selamat ya, sukses.” Edhi terdiam bingung mendapat ucapan tersebut. Beberapa hari kemudian ia baru tahu kalau dirinya menjadi juara kedua lomba seni patung internasional yang diselengarakan di London dengan judul “Unknown Political Prisoner”.
Usai menyelesaikan pembuatan relief Museum Perjuangan di daerah Bintaran Yogyakarta tahun 1959, Edhi dipanggil Bung Karno untuk menemuinya di Jakarta. Panggilan tersebut sempat membuatnya terkejut. Dalam hati, Edhi bertanya-tanya ada kepentingan apa Bung Karno memanggilnya ke Jakarta. Selain dia, dua seniman lainnya, yaitu Henk Ngatung dan Trubus juga mendapat panggilan serupa.
Ketiga pematung andalan Indonesia ini kemudian melahirkan patung Selamat Datang yang hingga kini bisa kita nikmati di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Dari sekian banyak proyek pembuatan monumen dari Bung Karno, Edhie mengakui kalau pembuatan Patung Dirgantara nyaris mandek. Patung Dirgantara dimaksudkan Bung Karno untuk menghormati jasa para pahlawan penerbang Indonesia yang berhasil melakukan pengeboman terhadap kedudukan Belanda di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga menggunakan pesawat-pesawat bekas peninggalan Jepang.
“Kita memang belum bisa membuat pesawat terbang, tetapi kita punya pahlawan kedirgantaraan Indonesia yang gagah berani. Kalau Amerika dan Soviet bisa membanggakan dirinya karena punya industri pesawat, kita juga harus punya kebanggaan. Jiwa patriotisme itulah kebanggaan kita! Karena itu saya ingin membuat sebuah monumen manusia Indonesia yang tengah terbang dengan gagah berani, untuk menggambarkan keberanian bangsa Indonesia. Kalau dalam tokoh pewayangan seperti Gatotkaca yang tengah menjejakkan bumi,” ujar Edhie Sunarso mengenang perkataan Bung Karno panjang lebar.
Bung Karno meminta Edhie untuk memvisualisasikan sosok lelaki gagah perkasa yang siap terbang ke angkasa. Bahkan Bung Kano kemudian berpose sambil berkata, “Seperti ini lho, Dhi. Seperti Gatotkaca menjejak bentala.”
Setelah model Patung Dirgantara, atau patung Pancoran selesai, Edhie mengusulkan kepada Bung Karno agar patung yang rencananya berbentuk seorang manusia yang memegang pesawat di tangan kanannya diubah.
“Pak, dengan memegang pesawat di tangan kok terlihat seperti mainan,” ujar Edhie. “Bagaimana kalau di tangan kanannya tidak usah ada pesawat. Cukup dengan gerak tubuh manusia saja, didukung gerak selendang yang diterpa angin,” lanjut Edhie. “Yo wis Dhi, nek kowe anggep luwih apik yo ora usah dipasang. Ora usah digawe,” (Ya sudah Dhi, kalau kamu menganggap lebih baik ya tidak usah dipasang. Tidak usah dibuat) jawab Bung Karno.
Pembuatan monumen Patung Dirgantara sempat terhenti karena terjadi peristiwa G30S/PKI. Di sisi lain Edhie juga sudah tidak memunyai bahan-bahan, dan tidak memunyai uang lagi untuk melanjutkan pekerjaan. Ia bahkan menanggung utang kepada pemiliki bahan perunggu dan kepada bank.
Patung Digantara sempat beberapa tahun terbengkalai di Studio Arca Yogyakarta dalam bentuk potongan-potongan yang siap dirangkai. “Patung sudah selesai dicor perungu dan tinggal dibawa untuk dirangkai di Jakarta,” ujarnya.
Februari 1970, di sela-sela pengerjaan diorama untuk Museum ABRI Satria Mandala, Edhie mendapat panggilan panitia pembangunan Monas untuk menghadap Bung Karno di Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut Edhie melihat Suryadarma dan Leo Wattimena, serta pelukis Dullah dan beberapa teman dekatnya. “Saudara Edhie, piye kabare?” kata Bung Karno. “Patung Dirgantara nang endi?”
“Sampun rampung, Pak, (Sudah selesai, pak)” jawab Edhi.
“Kok durung dipasang? tanya Bung Karno.
Nyuwun pangapunten, Pak. Kulo sampun mboten gadah arto, kepeksa sedaya pekerjaan kulo kendelaken, (Mohon maaf pak. Saya sudah tidak memiliki uang. Terpaksa semua pekerjaan saya tangguhkan). Saya disegel, karena masih punya utang.”
Bung Karno terenyuh. Tidak berapa lama ia memanggil Gafur dan Dullah yang duduk di belakang Bung Karno.
“Fur, mobilku dolen, sing Buick. Nek wis payu duite serahno Edhi ben cepet (Fur, mobilku jual saja, yang Buick. Kalau sudah laku, uangnya serahkan Edhie supaya cepat) dipasang patungnya,” ujar bung Karno.
Setelah itu Edhie pamit pulang ke Yogyakarta untuk mempersiapkan pengangkutan patung ke Jakarta. Sebelum pulang, seorang staf Bung Karno menyerahkan uang sebesar Rp1.750.000 kepada Edhi untuk biaya transportasi pengangkutan patung ke Jakarta.
Tak sampai meresmikan
Satu minggu pekerjaan berjalan, Bung Karno melihat langsung pengerjaan merangkai patung. Setiap bagian yang diangkat rata-rata seberat 80-100 kg. Pemasangan dimulai dari bagian kaki sampai pinggang dan setiap sambungan dilas.
Ketika sampai pengelasan pada bagian pinggang, Edhie melihat ke bawah dan terlihat banyak orang berkerumun termasuk Bung Karno. Padahal, kondisi kesehatan Bung Karno saat itu sedang tidak baik dan ia sudah tinggal di Wisma Yaso. Edhie pun bergegas untuk turun, namun dilarang oleh Bung Karno.
Minggu pertama April 1970, pemasangan patung sudah sampai di bagian pundak dan tangan kanan sudah terpasang. Sedangkan tangan kiri dalam tahap penyambungan. Dalam kondisi yang kurang sehat, Bung Karno kembali meninjau proses pemasangan. Seperti yang pertama, Edhi segera bergegas untuk turun dari atas, tetapi lagi-lagi dilarang oleh Bung Karno. Bung Karno meminjam megaphone pasukan pengawal agar saya terus bekerja.
Mei 1970, Edhi mendengar kabar kalau Bung Karno akan melakukan inspeksi untuk ketiga kalinya. Akan tetapi hal itu ternyata tidak pernah terlaksana karena sakit Bung Karno semakin serius .
Pagi pukul 10.00 tanggal 21 Juni 1970, Edhi yang kala itu sedang berada di puncak Patung Dirgantara, melihat iring-iringan mobil jenazah melintas di bawah monumen. Ternyata itu adalah iring-iringan mobil jenazah Bung Karno dari Wisma Yaso menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Jenazah Bung Karno akan dibawa ke Blitar.
Badan Edhie lemas. Ia bergegas turun dan bersama rekannya Gardono, bergegas menuju Blitar untuk mengikuti upacara pemakaman Bung Karno.
Semingu setelah pemakaman Bung Karno, Edhie bersama tim pekerja monumen kembali ke Jakarta untuk melakukan pengerjaan akhir sekitar satu bulan. Edhie meninggalkan monumen dalam kondisi yang belum diberi nama, belum diresmikan, dan masih memiliki utang.
Namun ia merasa ikhlas dengan apa yang telah ia kerjakan untuk seorang tokoh sebesar Bung Karno yang sangat ia kagumi. Tokoh yang sangat dekat dengan seniman dan menghargai seni.
“Saya rela demi rasa cintaku kepada bangsa dan negara dan cintaku kepada Bung Karno yang selalu mendorong dan membangkitkan keberanian saya untuk mewujudkan ide-ide dan mengerjakan karaya-karya monumental Bung Karno,” kata Edhi.(Dikutip dari ANGKASA)














\







Wednesday, May 6, 2020

DIJUAL LUKISAN PECINAN PANGKAL PINANG BY DANIEL DE QUELYU

Dijual lukisan PECINAN PANGKAL PINANG
Oleh Daniel de Quelyu
HP / WA: 0818597166


PECINAN PANGKAL PINANG
Minyak di atas kanvas
115 x 160 cm

Awal tahun 70an masih belum banyak orang yang memiliki freezer dirumah, karena memang hanya digunakan untuk membekukan daging, ikan dan bahan makanan lainnya. Namun freezer dirumah kami hanya difungsikan untuk pembuatan es batu dan es mambo atau yang lebih populer dengan sebutan masa itu es GANEFO yang dikemas dalam kantong plastik kecil berwarna warni sesuai rasa dan aroma yang ditempatkan pada termos es untuk dititipkan ke warung- warung sekitaran kampung.

Pada waktu aku duduk dikelas empat esde aku dan seorang temanku mencoba berjualan es ganefo keliling untuk mengisi waktu liburan sekolah. Awalnya coba-coba malah jadi ketagihan dan menjadi kewajiban setiap pulang sekolah karena kami mendapat upah dari hasil penjualan.
Setiap rupiah yang didapat kami tabung dalam kaleng susu bekas dan uangnya kami pergunakan untuk kebutuhan sendiri. Baik untuk keperluan sekolah ataupun keperluan untuk membeli mainan.

Sasaran dan pasar penjualanpun tidak hanya seputaran sekolah atau pasar dikampung sebelah, namun lebih jauh bahkan dikota yang ramai, tak luput juga diterminal dan diberbagai keramaian yang ada. Namun yang menjadi favorit tempat nongkrong kami yaitu pedagang obat kaki lima yang ramai, yang berlokasi didepan bioskop Banteng yang ber-arsitektur Tiongkok dan yang sudah ditetapkan menjadi salah satu cagar budaya, namun tetap saja diruntuhkan untuk membangun mall.

Selain itu tempat nongkrong kami yang lain yaitu daerah pecinan kampung MELINTANG, disana diantara bangunan rumah penduduk dan pergudangan ada sebuah lapangan yang seukuran lapangan basket, kalau siang hari digunakan untuk parkir truk menurunkan dan memuat barang. Namun kalau sore hari dipergunakan anak-anak remaja dan pemuda untuk beraktifitas, bermain basket, sepak bola mini, sabung ayam bahkan kadang berubah menjadi arena latihan dan adu tinju yang tentunya sangat ramai karena diselingi dengan judi taruhan kecil- kecilan.

Aku dan temanku selalu duduk bersandar pada tembok bangunan bersama pedagang mian / mie, penjaja empek-empek dan banyak lagi, bahkan pedagang jeruk bali, atau rambutan kalau lagi musimnya.
Dagangan kamipun selalu habis diserbu penonton usai permainan, para pedagang dan penonton sama-sama senang. Dan seiring mentari yang mulai condong kebarat, aku dan temankupun beranjak pulang, kami berjalan sambil berbincang tentang permainan yang barusan kami tonton. Walau penat namun kami selalu gembira menanti hari pulang sekolah untuk berjualan es GANEFO kembali ....

Salam rindu buat sahabat masa kecilku,
AHAN di Pangkal Pinang.
BANGKA









Tuesday, March 31, 2020

Dijual lukisan BUNGA TERATAI by Daniel de Quelyu (HP/WA. 0818597166)

Dijual bunga teratai.

Judul         :  MEKAR SEMPURNA (2)
Ukuran      :  50 x 70 cm / Oil on canvas

Lukisan bunga teratai yang dilukis engan menggunakan teknik sablom dari kain berjaring yang baru pertama kali ditemukan oleh Daniel sang pelukis. Teknik ini memang agak rumit dan butuh waktu dalam pembuatannya. Untuk lukisan seperti ini memakan waktu satu bulan, memang begitulah waktu yg ibutuhkan.
Tapi hasil yang didapat memang seimbang, warna2 yang dihasilkan sangat kaya dan beragam serta mempesona.

Langsung saja kita perhatikan detail- detail dari lukisan teratai dibawah ini.












Wednesday, March 18, 2020